Veriof: Jurnal Kajian Ilmu Syariah dan Hukum
http://journal.stisassaadahsumedang.ac.id/index.php/veriof
<p>Veriof : Jurnal Kajian Ilmu Syariah dan Hukum diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) As-Sa’adah Sukasari Sumedang dengan tujuan sebagai media penyaluran pemikiran tentang aspek Hukum Ekonomi Syariah, Hukum Keluarga Islam, dan Hukum Keluarga, baik dalam bentuk hasil penelitian lapangan maupun kajian pustaka. Jurnal ini terbit dua kali dalam setahun, yaitu pada bulan Januari dan Juli.</p> <p>Semua naskah yang masuk akan melalui proses double blind review. Jurnal ini menerima artikel penelitian dan non-penelitian yang akan ditelaah sejawat oleh minimal 2 (dua) orang reviewer. Setelah naskah masuk melalui proses daring, editor jurnal akan memeriksa naskah dan menentukan kelayakannya untuk ditelaah sejawat secara menyeluruh. Jika naskah lolos penyaringan awal, naskah akan dikirim ke satu atau lebih peer reviewer. Dewan redaksi jurnal akan mempertimbangkan laporan peer reviewer dan menyusun keputusan akhir untuk menerima atau menolak naskah untuk diterbitkan.</p>STIS As-Sa'adah Sukasari Sumedangid-IDVeriof: Jurnal Kajian Ilmu Syariah dan HukumWasiat Wajibah Anak Angkat Perspektif Kompilasi Hukum Islam dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata
http://journal.stisassaadahsumedang.ac.id/index.php/veriof/article/view/11
<p>Fenomena pengangkatan anak di Indonesia sudah menjadi hal lumrah, bagi mereka yang belum atau kesulitan mendapatkan keturunan (anak). Pengangkatan anak merupakan solusi bagi beberapa pasangan yang telah lama melangsungkan pernikahan, namun belum dikaruniai seorang anak oleh Tuhan, dibalik itu semua ada sebuah permasalahan yaitu banyak masyarakat yang belum mengetahui tata cara pengangkatan anak yang benar, hukum pembagian harta warisan kepada anak angkat, atau kedudukan anak angkat dalam kerangka hukum waris Islam dan Hukum Perdata di Indonesia. Pengangkatan anak dalam hukum Islam ialah pengangkatan anak oleh seseorang terhadap anak orang lain yang diketahui nasabnya. Kemudian memperlakukan anak tersebut sama dengan anak kandung baik kasih sayang atau nafkahnya (biaya hidup) tanpa diberi status nasab, hal ini dalam hukum Islam disebut dengan tabanni. Sedangkan dalam hukum perdata kedudukan seorang anak angkat yang telah di nasabkan oleh orang tua angkatnya, maka terputuslah hubungan nasabnya dengan orang tua kandungnya. Dalam kedudukan dan pembagian hukum waris anak angkat terdapat perbedaan hukum mengenai Kompilasi Hukum Islam dan KUHPerdata. Oleh karena tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis kedudukan dalam pembagian harta warisan untuk anak angkat dalam Kompilasi Hukum Islam dan KUHPerdata? Serta bagaimana perlindungan hukum untuk anak angkat yang ditinjau dalam KHI dan KUHPerdata?. Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan atau data sekunder. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam mengangkat anak yang dilakukan dengan menggunakan cara kekeluargaan dan di tetapkan melalui pengadilan. Anak angkat pemeliharaan sehari-harinya seperti anak kandung sendiri. Namun untuk harta warisnya tidaklah sama dengan anak kandung. Dalam Hukum Islam kedudukan anak angkat tidak boleh disamakan dengan anak kandung. Pemberian harta warisan terhadap anak angkat dapat melalui wasiat wajibah yang besarannya 1/3 dari harta warisan, karena anak angkat tidak termasuk kedalam ahli waris. Dalam KUHPerdata Pengangkatan anak menurut Undang- undang ini memberikan status hukum yang mendekati anak kandung dengan menempuh proses pengangkatan anak yang telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.</p>Abdul Kodir AlhamdaniMumu FahmudinSaefudin Akbar
Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Ilmu Syariah dan Hukum
https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
2025-01-282025-01-2811120Penyelesaian Sengketa Keluarga di Indonesia
http://journal.stisassaadahsumedang.ac.id/index.php/veriof/article/view/3
<p>The family is the smallest unit in society. The family consists of husband and wife, <br>mother and child father, father and child or mother and child. Like life, family is <br>not separated from the so-called conflict, family conflict or family dispute is <br>something that must be avoided and resolved. For family disputes that have <br>occurred, they must be resolved. In Indonesia there are two family dispute <br>resolution systems namely litigation and non-litigation. Therefore</p>Mujib Abdullah Romdon Ahmad Burhanuddin
Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Ilmu Syariah dan Hukum
https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
2025-01-282025-01-28112128Hukum Suami Menceraikan Isteri dalam Keadaan Marah dalam Perspektif Psikologi
http://journal.stisassaadahsumedang.ac.id/index.php/veriof/article/view/1
<p>Banyaknya angka perceraian di Indonesia diakibatkan oleh terjadinya luapan emosi yang diakibatkan lepas kontrol dari suami atau istri. Lalu emosi dalam ilmu psikologi banyak ragamnya salah satunya emosi marah. Ada keterkaitan tingkat marah ini dengan konsekuensi hukum dalam menjatuhkan talak sebagaimana dipahami dalam fikih Islam.</p> <p>Dalam hal rasa marah yang masih sadar maka akan jatuh talak dari suami yang menjatuhkannya lalu akan berbeda jika suami dalam keadaan marah yang sampai tidak sadar maka talaknya akan tidak jatuh. Maka diteliti dalam artikel ini jenis marah seperti apa dalam psikologi yang termasuk kategori tidak jatuh talak dan yang jatuh talak.</p>Mar Fajar Rizkyansyah
Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Ilmu Syariah dan Hukum
https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
2025-01-282025-01-28112940Batas Usia Nikah di Indonesia Pasca Putusan MK Nomor 22/PUU-XV/2017 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019
http://journal.stisassaadahsumedang.ac.id/index.php/veriof/article/view/13
<p><em>There is a change in the age limit for marriage in Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, which was originally 16 years for women and 18 years for men, replaced with 18 years for Men and Women in Law Number 16 of 2019 concerning Amendments to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage raises the question of whether the age of 18 is ideal for marriage? So what is the social impact? Moreover, there is a science that focuses on recognizing a person's soul, namely psychology, so if you look at it from a sociological perspective, the ideal age for marriage is 18 years old.</em></p> <p><em>From the results of the discussion, it was found that the ideal age for marriage for men and women is 17 years and above because the teenage phase has been passed so that the age of 18 years in the Law is considered ideal for marriage. Families will be more prosperous because the couple's maturity will result in good social interactions, there will be changes in social stigma in community customs, there will be increased legal efforts, there will be a reduction in the desire for early marriage and there will be reproductive health protection for women. </em></p>Ai NurjannahHalmi Abdul Halim
Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Ilmu Syariah dan Hukum
https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
2025-01-292025-01-29114156Memecahkan Masalah Hukum Ekonomi Syariah dengan Cara Sadz Al-Dzari’ah dan Fath Al-Dzari’ah
http://journal.stisassaadahsumedang.ac.id/index.php/veriof/article/view/12
<p>Fikih atau hokum islam terbentuk dari berbagai macam cara atau metode<em> istinbath</em> hukum yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis. Salah satu cara untuk <em>istinbath </em>hukum yaitu dengan cara <em>Sadz al-dzari’ah </em>dan <em>Fath Al-dzari’ah </em>sesuai dengan aturan dalam ilmu <em>Ushul Fiqh</em>. Maka oleh karen itu penting untuk dibahas tentang <em>Sadz al-dzari’ah </em>dan <em>Fath Al-dzari’ah</em>.</p> <p>Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk (1) menganalisis definisi tentang Sadz al-Dzari’ah dan Fath al-Dariah. (2) Untuk menganalisis dalil Sadz al-Dzari’ah dan Fath al-Dzariah (3) Untuk menganalisis penggunaan metode Sadz al-Dzari’ah dan Fath al-Dzari’ah.</p> <p>Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode konten analisis dengan pendekatan <em>yuridic normative</em> dengan cara pengumpulan data menggunakan studi pustaka tentang <em>Sadz al-dzari’ah </em>dan <em>Fath Al-dzari’ah</em>.</p> <p>Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah (1) Sadz al-Dzari’ah adalah menutup media atau pelantara yang menyebabkan sesuatu hukum menjadi haram, Fath al-Dzari’ah adalah membuka media atau pelantara yang akan mendatangkan kemaslahatan. (2) Dasar hukum dari metode Sadz al-Dari’ah adalah dari Al-Qur’an, Hadis dan Kaidah Fikih. (3) Penerapan metode Sadz al-Dzariah dan Fath al-Dzari’ah adalah seperti Zina itu haram, maka melihat wanita yang akan menimbulkan zina adalah haram juga.</p>Muhaimin Siddiq
Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Kajian Ilmu Syariah dan Hukum
https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
2025-01-292025-01-29115775